Cerita ini bermula ketika suatu kegundahan yang dialami oleh Alif,
bocah dari pinggiran danau maninjau, Sumatera Barat, suatu kampung yang
disanalah lahir ulama terkenal, Buya Hamka namanya. Alif bercita-cita
ingin menjadi seorang “Habibie” , ahli teknologi yang pernah mengeyam
pendidikan di ITB Bandung. Alif sangat ingin merasakan kuliah di ITB,
salah satu jalannya adalah masuk ke sekolah umum. Namun, Ibunya
menginginkan dia agar menjadi ulama seperti Buya Hamka, maka Ibunya
berkehendak agar Alif masuk madrasah. Suatu pergolakan di dalam diri
Alif muncul, di satu sisi Alif tidak ingin mengecewakan Ibunya, di satu
sisi dia ingin meraih mimpi-mimpinya masuk di ITB. Tiba-tiba Alif
mendapatkan pencerahan, dia memutuskan untuk mondok di suatu pesantren
di Jawa Timur.
Kisah ini berawal dari Minang sekitar danau Maninjau yang mengisahkan
tantang perjalanan hidup seorang anak laki-laki bernama Alif, yang
bersekolah di madrasah tsanawiyah. Ia lulus dengan nilai ujian sepuluh
terbaik di Kabupaten Agam. Alif dan Randi mempunyai keinginan
melanjutkan sekolahnya di SMA.
Awal mulanya dia sangatkaget dengan segala peraturan ketat dan
kegiatan pondok. Untunglah, dia menemukan sahabat-sahabat dari berbagai
daerah yang benar² menyenangkan. Niatan setengah hatinya kini telah
menjadi bulat. Di bawah menara PM inilah mereka berlima justru
menciptakan mimpi²i lewat imajinasinya menatapi langit dan merangkai
awan-awan menjadi negeri impian. Mereka yakin kelak impian itu akan
terwujud. Karena mereka yakin akan mantra ampuh yang mereka dapatkan
dari Kyai Rais (Guru Besar PM), yaitu man jadda wajada, siapa yang
bersungguh-sungguh akan berhasil.
Kelebihan novel ini adalah mengubah pola pikir kita tentang kehidupan
pondok yang hanya belajar agama saja. Karena dalam novel ini selain
belajar ilmu agama, ternyata juga belajar ilmu umum seperti bahasa
inggris, arab, kesenian dll. Pelajaran yang dapat dipetik adalah jangan
pernah meremehkan sebuah impian setinggi apapun itu, karena allah Maha
mendengar doa dari umatNya.
Ternyata keinginan Alif itu berbeda dengan keinginan i bunya. Ia
ingin melihat dunia luar dan ingin sukses seperti tokoh yang ia baca di
buku atau mendengar cerita temannya di desa. Namun, keinginan Alif
tidaklah mudah untuk diwujudkan. Kedua orangtuanya berkata lain, Beliau
menginginkan agar Alif tetap tinggal dan sekolah di kampung untuk
menjadi guru agama. Alif mendapat saran dari Pak Etek Gindo (Paman Alif)
agar melanjutkan sekolahnya di Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur.
Akhirnya Alif mengikuti saran dari pamannya. Disana Alif berkenalan
dengan Raja alias Adnin Amas, Atang alias Kuswandani, Dulmajid alias
Monib, Baso alias Ikhlas Budiman dan Said alias Abdul Qodir.
Siswa-siswa yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Gontor ini setiap
sore mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang unik. Menjelang Adzan Maghrib,
mereka berkumpul di bawah menara masjid sambil melihat ke awan. Dengan
membayangkan awan itulah mereka melambungkan impiannya. Misalnya Alif
mengaku jika awan itu bentuknya seperti benua Amerika, sebuah negara
yang ingin ia kunjungi setelah lulus nanti. Begitu pula lainnya
menggambarkan awan itu seperti negara Arab Saudi ataupun Mesir.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Negeri_5_Menara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar